Senin, 01 Juni 2009

Kerusakan Remaja Saat Ini

Survei yang dilakukan Komnas Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar selama tahun 2007 diperoleh fakta bahwa 97 persen remaja pernah nonton film porno, 93,7 pernah ciuman, petting dan oral seks, 62,7 persen remaja SMP sudah tidak perawan serta 21,2 persen remaja SMU pernah aborsi. Sekjen Departemen Kesehatan (Depkes) Sjafi’i Ahmad menyatakan, informasi tentang pornografi akan mengubah pola perilaku seseorang sesuai dengan informasi yang diterimanya (khabarislam.wordpress.com).

Kenakalan remaja belakangan ini semakin mengkhawatirkan, 1,5 juta remaja di Jawa Timur dilaporkan mengidap HIV/AIDS , 13 ribu lebih remaja Jawa Timur menjadi pengguna narkoba suntik , diawali dari usia SD dan 28,5 persen remaja telah melakukan hubungan seksual sebelum nikah ,Jumlah aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2,3 juta, 30 persen diantaranya dilakukan remaja,Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun,Perkelahian antar pelajar bahkan menjadi pelaku tindak kriminalitas.( Suara Surabaya.net ).

Dalam Pertemuan Konselor Remaja Yayasan Kita dan Buah Hati dengan 1.625 siswa kelas 4-6 sekolah dasar wilayah Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, tahun 2008 terungkap, 66 persen dari mereka telah menyaksikan materi pornografi lewat berbagai media. Sebanyak 24 persen di antaranya lewat komik, 18 persen melalui games, 16 persen lewat situs porno, 14 persen melalui film, dan sisanya melalui VCD dan DVD, telepon seluler, majalah dan koran(khabarislam.wordpress.com).

Seperti inikah potret remaja saat ini? Remaja yang nantinya akan menjadi cikal bakal penerus generasi bangsa (baca: INDONESIA) kini telah ternoda dengan kotoran yang sulit sekali dihilangkan. Kotoran yang tidak disengaja, bahkan malah disengaja secara terang- terangan. Lantas siapa yang patut disalahkan? Juga siapa yang bertanggung jawab atas hal tersebut? Remaja - ortu/ masyarakat - atau pemerintahannya?

Remaja saat ini. Tragis atau strategis?

Tahukah kita bahwa jumlah remaja Indonesia yang berusia 10-24 tahun mencapai 65 juta orang atau 30 persen dari total penduduk Indonesia? Tahukah kita bahwa sekitar 15-20 persen dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah? Tahukah kita bahwa 15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya? Tahukah kita bahwa hingga Juni 2006 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal dari usia 15-29 tahun?

Tahukah kita bahwa diperkirakan terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia, di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen berusia 15 tahun atau kurang? Tahukah kita bahwa setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20 persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja? Tahukah kita bahwa tidak kurang dari 6 persen remaja usia 10-14 tahun tidak mendapatkan haknya untuk bersekolah dan terpaksa bekerja untuk kelanjutan hidup mereka?

Remaja, Mitos dan AksesSebenarnya karakteristik dan perjalanan tumbuh kembang remaja tidak pernah berubah antara generasi lalu dengan generasi sekarang. Masa remaja tetaplah merupakan suatu fase pertumbuhan dan perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Dalam periode ini pastilah terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Masa ini juga merupakan periode pencarian identitas diri, sehingga remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan. Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari pematangan psikososialnya. Karena itu seringkali terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap stres. Perkembangan fisik remaja dalam usia ini, juga perkembangan kematangan seksualnya, mengalami perubahan yang sangat pesat dan sudah seharusnya menjadi perhatian khusus bagi remaja. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab atau alasan bagi remaja untuk coba-coba bereksperimen dengan aktivitas seks, termasuk juga mencoba menggunakan narkoba.

Sayangnya sering kali informasi yang benar untuk remaja tidak didapatkan karena akses untuk itu memang tidak ada. Kalaupun ada masih sedikit sekali yang bisa dengan mudah didapatkan oleh remaja. Termasuk juga akses remaja untuk mendapatkan pelayanan terhadap berbagai masalah yang dihadapinya. Seringkali malah remaja lebih terpapar mitos-mitos yang justru semakin membuat remaja semakin tidak memiliki pegangan untuk membentuk jati diri dan kemampuannya untuk mengambil keputusan yang benar. Tentunya lemahnya mutu pendidikan dan belum meratanya kesempatan remaja mendapatkan pendidikan yang layak juga menjadi sebuah permasalahan bagi bangsa ini. Hal-hal seperti ini berkontribusi terhadap munculnya berbagai masalah pada remaja. Kasus-kasus penyalahgunaan narkoba, hubungan seksual tidak aman, infeksi menular seksual, HIV/AIDS, kehamilan remaja, kekerasan seksual adalah contohnya.

Remaja dan HIV/AIDS Kini semakin sering kita dengar remaja dihubungkan dengan kejadian HIV/AIDS. Hal ini sangatlah masuk akal karena remaja dengan mobilitas dan interaksi di lingkungan sosialnya sangat memungkinkan terjadi kontak dengan virus HIV dari pergaulannya. Saat ini di dunia ada sekitar 10 juta remaja hidup dengan HIV/AIDS. Pada saat yang sama remaja juga adalah kelompok paling potensial sebagai sebuah pilihan untuk menjadi penggerak utama untuk berperan dalam menurunkan angka kejadian infeksi baru HIV. Remaja saat ini juga sedang berada dalam sebuah kegundahan situasi karena sekali lagi masih lemahnya akses akan informasi tentang HIV/AIDS yang benar, tekanan dari pergaulan sebayanya, ketidakmampuan mengkalkulasikan risiko, ketidakberdayaan dalam mengambil keputusan termasuk menyatakan tidak buat narkoba, ketidaktahuan dalam menjalankan aktivitas seks yang aman dan akses pelayanan yang terbatas terhadap penggunaan kondom itu sendiri.

Secara global, hampir seperempat dari mereka yang hidup dengan HIV adalah berumur kurang dari 25 tahun dan sepertiga dari perempuan yang telah terinfeksi adalah berusia 15-24 tahun. Di Bali sendiri hingga Juni 2007 tercatat kasus komulatif HIV/AIDS sebanyak 1508 orang. Berdasarkan umur, kelompok umur 20-29 tahun masih menduduki posisi pertama dengan 788 kasus (55 persen). Menyusul kemudian kelompok umur 30-39 tahun dan 15-19 tahun. Dari data ini ada sebuah hal yang menarik untuk disimak bahwa yang terkena adalah kelompok usia produktif, yang bisa jadi prilaku berisikonya sudah dilakukan sejak usia remaja sehingga sejak remaja pula sebenarnya kemungkinan sudah tertular.

Hak Reproduksi dan Seksual RemajaRemaja memiliki hak reproduksi dan seksual yang merupakan bagian dari hak aasi manusia. Ini juga penting untuk disimak, karena belum banyak remaja dan orang dewasa yang menyadari hal ini. Indonesia adalah salah satu dari 178 negara di dunia yang telah ikut menandatangani rencana aksi dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD, Kairo, tahun 1994). Rencana aksi ICPD mengisyaratkan bahwa “negara-negara di dunia didorong untuk menyediakan informasi yang lengkap kepada remaja mengenai bagaimana mereka dapat melindungi diri dari kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual dan HIV/AIDS”. Dan pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 menyatakan bahwa salah satu arah RPJM adalah meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja. Kondisi ini memberikan kerangka legal bagi pengakuan dan pemenuhan hak-hak reproduksi dan seksual remaja di Indonesia.

Ini dia hak-hak reproduksi dan seksual remaja itu. 1) Hak untuk menjadi diri sendiri: membuat keputusan, mengekspresikan diri, menjadi aman, menikmati seksualitas dan memutuskan apakah akan menikah atau tidak. 2) Hak untuk tahu: mengenai hak reproduksi dan seksual, kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. 3) Hak untuk dilindungi dan melindungi diri: dari kehamilan yang tidak direncanakan, aborsi tidak aman, infeksi menular seksual, HIV/AIDS dan kekerasan seksual. 4) Hak mendapatkan pelayanan kesehatan: secara bersahabat, menyenangkan, akurat, berkualitas dan dengan menghormati hak remaja. 5) Hak untuk terlibat: dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program remaja, serta membantu dan memberi pengaruh kepada pemerintah dalam pembuatan kebijakan tentang remaja.

Yang Tragis, yang StrategisSudah jelas sekali bahwa ketidakberuntungan posisi remaja sering kali membawa sebuah “hal tragis” atau permasalahan sangat serius pada remaja. Seringkali dukungan dan kepercayaan yang diharapkan untuk remaja justru tidak didapatkan dari pihak orang dewasa, masyarakat dan bahkan pemerintah. Sering kali dalam wacana orang dewasa, remaja dikontruksikan sebagai sekelompok manusia yang bermasalah bahkan sumber masalah itu sendiri. Ini membuat remaja tidak berdaya atau enggan untuk sekadar mau berdaya. Hal ini tentulah tidak akan bisa mendukung akselerasi upaya-upaya penanggulangan permasalahan yang muncul di remaja. Daftar pertanyaan di awal adalah contoh beberapa hal tragis yang menempatkan remaja menjadi korban dari sebuah sistem yang kurang bisa peduli, memberdayakan dan mendukung remaja.

Hal yang justru dan harus dikembangkan adalah mengikis kekhawatiran orang dewasa akan ketidakmampuan remaja dalam mengambil peranan. Remaja harus diberdayakan. Semua orang harus bisa diingingatkan kembali betapa strategisnya posisi remaja. Jumlah remaja (usia 10-24 tahun) saat ini adalah sejumlah 65 juta jiwa, yang berarti sekitar 30 persen dari total penduduk Indonesia. Perlu digarisbawahi juga betapa pentingnya remaja untuk diperhatikan pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksinya, karena bila tidak dilakukan secara serius dan segera maka bisa jadi negara ini akan makin terpuruk dengan permasalahan yang makin menumpuk yang dialami oleh remaja kita, yang katanya calon generasi penerus negara dan bangsa ini.

Pergaulan Remaja Masa Kini

Pergaulan remaja saat ini perlu mendapat sorotan yang utama, karena pada masa sekarang pergaulan remaja sangat mengkhawatirkan dikarenakan perkembangan arus modernisasi yang mendunia serta menipisnya moral serta keimanan seseorang khususnya remajanya pada saat ini. Ini sangat mengkhawatirkan Bangsa karena ditangan generasi mudalah Bangsa ini akan dibawa, baik buruknya Bangsa ini sangat tergantung dengan generasi muda

Generasi muda saat ini kurang memiliki rasa Cinta Tanah Air, ini dapat dilihat dari lebih gemarnya anak muda anak muda untuk pergi kebioskop dari pada ke museum-museum sejarah perjuangan bangsa, mengapa hal ini bisa terjadi? ada beberapa kemungkinan yang dapat kita ambil dari hal tersebut yakni yang pertama kurangnya pemupukan rasa cinta tanah air semenjak kecil , sinetron-sinetron yang ditayangkan ditelevisi merupakan tayangan yang kurang produktif bagi perkembangan anak selain itu hal-hal yang terkait dengan Bangsa ini tidak mendapat sorotan yang tajam mengenai budaya, masalah sosial yang dapat menimbulkan Rasa cinta tanah air. Hal lain yang dapat menjadi penyebab yakni pendidikan yang kurang sehingga dapat menyebabkan seseorang tidak tau akan Bangsanya sendiri. Pergaulan remaja saat ini sangat mengkhawatirkan ini dapat dilihat dari beberapa hal yakni tingginya angka pemekai NARKOBA dikalangan remaja yakni pemakai narkoba dikalangan remaja,
dan adanya seks bebas dikalangan remaja, angka remaja yang melakukan seks bebas hingga saat ini mencapai 50 persen ramaja melakukan hubungan seks diluar nikah . Ini sangat mengkawatirkan bagi Bangsa Indonesia krisis moral yang terjadi dikalangan remaja yang menyebabkan seks bebas dapat terjadi .

Hal ini perlu diatasi agar tidak menyebabkan kemandulan dalam Bangsa karena perlu diingat lagi bahwa Masa depan Bangsa sangat tergantung pada Generasi muda, upaya pencegahan yang perlu dilakukan oleh kita semua yakni misalnya saja dengan Pendidikan formal yang didalamnya ada suatu pendidikan moral selain pendidikan keagamaan yakni adanya pendidikan tentang bahaya NARKOBA, hubungan Seks diluar nikah serta pentingnya pendidikan budi pekerti yang harus dijalankan. Sebab baik buruk kelakuan seseorang bermula dari baik buruknya iman yang tertanam serta budi pekerti tiap individu. Hal ini merupakan tanggung jawab seluruh elemen agar hal-hal seperti ini tidak terjadi dan dapat diatasi.Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya yakni peran orang tua didalam keluarga dalam mengawasi tingkah laku anak namun tidak berhak bertindak otoriter terhadap anak, dan dapat menjalankan fungsi sebagai orang tua dengan baik, diantaranya memberikan kasih sayang, pendidikan budi pekerti, serta mengajarkan cinta kasih terhadap sesame. Sehingga terjadi keselarasan antara anak dengan dirinya serta lingkungan keluarganya.

membangun karakter generasi muda

Pakar antropologi mendiskusikan cara terbaik membangun karakter generasi muda. Mereka mengenali generasi muda dari sudut pandang masing-masing.

Kaum muda menurut para tokoh

Membicarakan Kembali Pembangunan Karakter Bangsa: Generasi Muda Indonesia di Tengah Gelombang Globalisasi, merupakan judul diskusi yang digelar oleh para antropolog, berlangsung di Kampus UI, Depok, Kamis (25/10).

Diskusi dengan pembicara para antropolog tersebut merupakan salah satu rangkaian acara peringatan “Koentjaraningrat Memorial Lecture IV dan HUT ke-50 Tahun Kajian Antropologi di Indonesia.”

Mereka mendiskusikan sejauhmana generasi muda dapat berperan menghadapi segala macam persaingan di era globalisasi, yang semakin ketat sekarang ini. Mereka berupaya menemukan jawaban hendak ke mana generasi muda Indonesia ini dibawa.

Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono, antropolog dan Guru Besar Tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, misalnya, menyoroti berbagai sisi kehidupan manusia yang selama ini luput dari pembangun karakter, jiwa dan raga manusia.

Meutia Hatta yang juga Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) mengungkapkan, pada jaman sekarang perhatian anak muda hanya terpusat kepada pembangunan ekonomi dengan orientasi ke fisik. Dengan karakter demikian tak mengherankan apabila di kalangan anak muda tumbuh subur sifat-sifat materialisme, praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta berbagai jenis perilaku tidak terpuji lainnya. Meutia mengatakan, karakter anak muda saat ini sudah abai dari pembangunan kemanusiaan.

“Sejak tahun 1974 Koentjaraningrat sebagai Bapak Antropologi Indonesia sudah mengingatkan kita jauh hari tentang pentingnya pembangunan karakter bangsa,” ucap Meutia, putri tertua Bapak Proklamator Bung Hatta.

Meutia mengutip beberapa patah kalimat perihal karakter yang tertuang dalam buku Koentjaraningat, yang masih sangat relevan sebagai bahan perenungan. Karakter tersebut merupakan gambaran mentalitas generasi muda saat ini.

Yaitu, pertama, mentalitas yang meremehkan mutu. Kedua, mentalitas suka menerabas. Ketiga, sifat tidak percaya kepada diri sendiri. Keempat, sifat tidak berdisiplin murni. Dan kelima, sifat tidak bertanggung jawab.

Meutia menyimpulkan, menghadapi era globalisasi, karakter generasi muda harus lebih meningkatkan pembangunan budi pekerti dan sikap menghormati, dengan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. “Kita itu harus memiliki sifat menghargai mutu, memiliki kesabaran untuk meniti usaha dari awal, adanya rasa percaya diri, memiliki sikap disiplin waktu bekerja, serta memiliki sifat mengutamakan tanggung jawab,” paparnya.

Sedangkan Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. der Soz Gumilar R. Somantri mengatakan, membangun karakter bangsa harus secara nyata dan realistis. Yaitu membangun keunggulan dan daya saing, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Para generasi muda sekarang ini harus menumbuhkan memori secara kolektif untuk menuju pembangunan bangsa yang lebih maju,” ujar antropolog lulusan luar negeri tersebut.

Menurut Gumilar, karakter bertalian erat dengan peta kognitif dan kebudayaan. Dan faktor kunci perubahan sosial terletak di situ. Karena itu perlu dilakukan refleksi atas konsepsi pembangunan sejati, yang menempatkan manusia sebagai perhatian utama dalam pembangunan karakter.

Antropolog Prof. Achmad Fedyiani Saifuddin antropolog dari Universitas Indonesia, berpendapat senada dengan Gumilar. Menurut Saifuddin, karakter suatu masyarakat khususnya generasi muda adalah identitas masyarakat itu sendiri, yang diekspresikan dan dipancarkan dari kebudayaan masyarakat. Manusia harus dipandang sebagai subyek yang dapat berpikir, merancang kehidupan, dan memproduksi sesuatu. Peran negara hanya sebagai fasilitator jangan lagi mendominasi sebagai kekuasaan sentral.

Dr. Johsz R. Mansoben, MA dosen antropologi FISIP Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura menyoroti karakter generasi muda Indonesia dari perspektif Papua. Ia secara khusus menyoroti fenomena penyimpangan perilaku. Johsz menilai implementasi berbagai program pembangunan manusia dari kaum elit, yang memosisikan diri mereka sebagai manusia paling super, menjadi gagal karena program tersebut tidak sesuai dengan aturan baku. Menurut Johsz, kegagalan pembangunan manusia seharusnya tidak perlu terjadi apabila para pembuat kebijakan pada level nasional memahami betul nilai-nilai dan budaya lokal.

Sementara itu pakar antropologi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Dr. Selly Riawanti, MA membagi pengelompokan generasi muda ke dalam beberapa sudut pandang. Pertama, merujuk kepada konsep demografi. Dalam hal ini generasi muda dibagi ke dalam usia persiapan masuk dunia kerja, atau usia produktif antara 15-40 tahun. Selly mengatakan saat ini terdapat 40.234.823 penduduk Indonesia masuk dalam kategori generasi muda.

Kedua, dari sudut pandang sosial budaya. Generasi muda dari sudut pandang ini memiliki sifat majemuk dengan aneka ragam etnis, agama, ekonomi, tempat tinggal/domisili, dan bahasa. Mereka memiliki ciri ekosistem kehidupan yang terbagi ke dalam masyarakat nelayan, petani, pertambangan, perdagangan, perkantoran dan sebagainya.

Selly mengambil contoh film karya Garin Nugroho berjudul “Anak Seribu Pulau”, yang melukiskan sebuah keanekaragaman dan kesadaran sosial budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Film itu menggambarkan anak-anak Indonesia dari berbagai daerah, dan dengan ekosistem mereka masing-masing dengan bangga menampilkan, memperkenalkan, dan menjelaskan kebudayaan tradisional yang dimilikinya.

Itulah berbagai ragam karakter generasi muda Indonesia saat ini.